GAWAI.CO.ID – Pimpinan Daerah (DPD) JPKP Kabupaten Pesisir Barat, resmi melaporkan kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) proyek Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji Sekampung (BBWS-MS) tahun 2022-2023 sebesar Rp40 miliar kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung.
Diketahui, BBWS-MS tahun 2022-2023 melalui Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu (SNVT) Pelaksanaan Jaringan Pemanfaatan Air (PJPA) membangun proyek Air Tanah dan Air Baku (ATAB) senilai Rp40 miliar di Pekon Tembakak Kecamatan Karya Penggawa Kabupaten Pesisir Barat (Pesibar).
“Iya, hari kami resmi melaporkan BBWS-MS yang membangun proyek penyediaan air baku Pulau Pisang sebesar Rp40 miliar lebih dari APBN tahun anggaran 2022-2023, ke Kejati Lampung,” kata Ketua DPD JPKP Kabupaten Pesibar Bangsawan didampingi Rifasa Tim Investigasi, Senin (22/09/2025).
Dijelaskannya, proyek pembangunan penyediaan air baku Pulau Pisang sebesar Rp40 miliar tersebut, dikerjakan oleh PT Masindo Bakti sesuai dengan dengan nomor kontrak AK.02.03/02/SNVT-PJPAMS/ATAB/XI/2022.
“Proyek yang dikerjakan selama 410 hari itu, terletak di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Pekon Tembakak Kecamatan Karya Penggawa, dan akan dialirkan ke Kecamatan Pulau Pisang Kabupaten Pesibar,” ujarnya.
Bangsawan mengatakan, alasan JPKP melaporkan proyek tersebut ke Kejati Lampung, karena selain ada dugaan praktek korupsi juga merusak kawasan hutan di Kabupaten Pesibar.
“Kami mendesak Kejati, untuk memeriksa pejabat BBWS-MS dan pihak kontraktor yang mengerjakan proyek tersebut,” tukasnya.
Bangsawan juga menyatakan, JPKP akan mengawal kasus dugaan korupsi proyek BBWS-MS tersebut, sampai Kejati Lampung menetapkan tersangka.
Dikatakannya, untuk memuluskan proyek itu PT Masindo Bakti bersama BBWS-MS meminta restu Arinal Djunaidi yang saat itu menjabat Gubernur Lampung untuk menggunakan kawasan HPT Kabupaten Pesibar untuk kegiatan pembangunan Penyediaan Air Baku Pulau Pisang seluas 7.886, 16 M².
Selanjutnya, Arinal Djunaidi memberikan izin melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur Lampung No: G/379/V.24/HK/2023, tentang pemberian persetujuan penggunaan kawasan HPT Kabupaten Pesibar yang ditandatangani pada 7 Juli 2023 lalu.
Namun, ironisnya proyek tersebut selain merusak kawasan HPT Kabupaten Pesibar juga masyarakat Pulau Pisang tidak sepenuhnya menikmati manfaat proyek tersebut. Pasalnya, saat ini penyediaan air baku tidak dinikmati oleh warga Pulau Pisang.
“Airnya memang mengalir, tapi tidak ke rumah warga dan mengalir ke tengah laut. Karena, pipanya putus,” imbuhnya.
Menurutnya, proyek ini sudah tiga tahun dibangun, dan informasi masyarakat Pulau Pisang tidak menikmati air yang dijanjikan pihak rekanan maupun BBWS-MS.
Dikatakannya, berdasarkan hasil investigasi DPD JPKP menemukan kejanggalan pelaksanaan proyek milik BBWS-MS tersebut, yakni tidak adanya plang proyek yang tertulis nilai kontrak, penggunakan pipa besi bermerek medium, kedalaman galian hanya 60 cm, pemasangan sayap bendungan menurut keterangan tukang kedalaman galian cuma 30 cm, dan ada yang dipasang diatas batu besar.
Kemudian, lantai punggung gajah dipasang coran semen dengan tebal 30 cm split dicampur batu ukuran 3/5cm diatas batu-batu besar yang masih bulat alias ditumpangi, bak penampung utama yang akan dialirkan ke pipa pengucorannya memakai batu split dan batu 3/5cm untuk campurannya, selder bak penampungan utama tidak memakai besi hanya pasangan batu belah, lokasi bak penampungan utama tersebut sudah masuk dalam kawasan hutan, pengrusakan kawasan hutan, dan pasangan pipa tidak memakai bantalan coran atau penyangga.
Sementara itu, sampai berita ini diterbitkan pihak BBWS-MS belum memberikan tanggapan, terkait dugaan penyimpangan proyek pembangunan penyediaan air baku Pulau Pisang di Kabupaten Pesibar. (red)