GAWAI.CO.ID- Sorotan publik kembali mengarah pada jajaran pejabat Pemerintah Kota Bandar Lampung. Kali ini, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud), Eka Afriana, diduga terlibat dalam praktik penggunaan identitas ganda demi meloloskan diri dalam proses seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) pada 2008 silam.
Temuan mencurigakan ini mengemuka dari data yang tidak sinkron antara dokumen pribadi Eka. Dalam dokumen Nomor Induk Pegawai (NIP), tercantum tanggal lahir 25 April 1973. Namun, data yang beredar sebelumnya menunjukkan bahwa Eka lahir pada 25 April 1970. Selisih tiga tahun ini menimbulkan pertanyaan besar, apalagi jika dikaitkan dengan batas usia maksimal pendaftaran CPNS yang kala itu adalah 35 tahun.
“Kami menduga ada upaya sistematis untuk memalsukan data usia agar yang bersangkutan tetap memenuhi syarat administratif CPNS. Jika lahir tahun 1970, maka pada tahun 2008 usianya sudah lewat,” ungkap seorang sumber yang enggan disebutkan namanya.
Lebih janggal lagi, Eka merupakan saudari kembar dari Eva Dwiana, Wali Kota Bandar Lampung saat ini. Dalam dokumen kependudukan, Eva tercatat lahir pada tahun 1970, sedangkan Eka tercatat 1973—selisih waktu yang mustahil bagi pasangan kembar. Bahkan adik mereka, Ernita, disebutkan lahir pada 1972, menambah panjang daftar kejanggalan dalam kronologi keluarga tersebut.
Sumber yang sama juga menyebut bahwa dalam proses pengurusan dokumen, Eka diduga membuat ijazah baru di Jakarta, dengan mengubah tahun kelulusan dan data pribadi, demi menyesuaikan usia. Ijazah tersebut kabarnya diperoleh secara tidak resmi dengan membayar sejumlah uang di kawasan Pasar Pramuka.
Jika dugaan ini terbukti benar, maka tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum serius. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pemalsuan dokumen diatur dalam Pasal 263 dan 264, sementara penggunaan ijazah palsu diatur dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Selain itu, manipulasi identitas oleh ASN juga melanggar UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Hingga berita ini diturunkan, upaya konfirmasi kepada Eka Afriana belum membuahkan hasil. Pesan yang dikirimkan melalui WhatsApp tidak mendapatkan respons. Sikap diam dari yang bersangkutan justru semakin memperkuat spekulasi publik terkait dugaan pelanggaran ini.
Aktivis antikorupsi dan pemerhati pendidikan mendesak Pemerintah Kota Bandar Lampung serta Badan Kepegawaian Nasional (BKN) untuk melakukan audit menyeluruh terhadap dokumen kepegawaian Eka Afriana. Mereka menilai langkah ini penting guna menegakkan transparansi dan keadilan dalam birokrasi.
“Ini bukan sekadar soal administrasi. Kalau dibiarkan, maka akan mencederai kepercayaan masyarakat terhadap sistem ASN yang seharusnya berlandaskan merit dan integritas,” tegas salah satu aktivis dari jaringan pemantau kebijakan publik di Lampung.
Publik kini menanti sikap tegas dari aparat penegak hukum dan instansi terkait untuk mengusut tuntas dugaan manipulasi ini. Sebab, jika terbukti, konsekuensinya bukan hanya pemecatan, tapi juga pidana penjara.