GAWAI.CO.ID— Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 81 Tahun 2025, yang merupakan perubahan atas Permenkeu Nomor 108 Tahun 2024 tentang Dana Desa 2025, menuai kritik keras dari para kepala desa di berbagai daerah, termasuk dari Provinsi Lampung. Aturan ini dinilai tiba–tiba, tidak berpihak pada kepentingan masyarakat luas, dan berpotensi menghambat penyaluran hak-hak masyarakat desa.
Peraturan tersebut mewajibkan seluruh desa mendukung pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih sebagai syarat pencairan Dana Desa Tahap II. Sebanyak 40 persen dari total pagu Dana Desa hanya dapat dicairkan apabila desa menyerahkan akta pendirian koperasi serta surat pernyataan komitmen APBDes terhadap koperasi tersebut.
Kepala Desa Fajar Baru, Kecamatan Jati Agung, Lampung Selatan, M. Agus Budiantoro, S.H.i, mengaku keberatan dengan aturan tersebut. Ia menegaskan bahwa Permenkeu tersebut bahkan mengancam penghentian transfer Dana Desa apabila pengajuan Dana Desa Tahap II dilakukan setelah 17 September 2025.
“Kami menilai ini keputusan sepihak dan tidak membela kepentingan umum. Di dalam Dana Desa itu ada hak-hak masyarakat yang wajib disalurkan, seperti hak kader Posyandu, kader TB, Ketua RT, guru ngaji, kaum, penjaga makam, dan lainnya,” ujar Agus Budiantoro, Rabu (26/11/2025).
Agus menilai keputusan pemerintah pusat tersebut sarat kepentingan dan tidak menunjukkan urgensi yang jelas untuk menahan atau membatalkan pencairan Dana Desa di tahun berjalan.
“Keputusan ini seperti dibuat dengan paradigma kapitalis, lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada umum. Tidak ada sosialisasi sebelumnya, kecuali aturan itu dibuat 4 atau 5 bulan sebelum tanggal ditetapkan,” ungkapnya.
Karena itu, para kepala desa di Lampung mendorong Ketua APDESI RI untuk segera menginstruksikan gerakan nasional. Mereka menyatakan siap melakukan aksi demonstrasi besar-besaran ke Jakarta guna menyampaikan penolakan terhadap Permenkeu 81/2025 dan menuntut pencairan Dana Desa Tahap II tanpa syarat tambahan.
“Kami Kades dari Provinsi Lampung meminta APDESI RI untuk menggerakkan Kades se-Indonesia turun ke Jakarta demi memperjuangkan hak masyarakat desa,” tegas Agus.
Aksi ini disebut sebagai bentuk perlawanan terhadap “kezaliman yang tersistem” dan desakan agar Menteri Keuangan segera meninjau ulang kebijakan tersebut. (Red)












