GAWAI.CO.ID – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pergerakan Masyarakat Analisis Kebijakan (Pematank) mendesak aparat penegak hukum (APH) segera menindaklanjuti dugaan penyimpangan dalam proyek pengadaan suvenir di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandar Lampung.
Ketua DPP Pematank, Suadi Romli, menilai hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan indikasi kuat adanya praktik manipulatif dan ketidaksesuaian antara laporan keuangan dengan realisasi di lapangan.
“Kalau melihat data BPK, jelas sekali ada kekurangan volume barang yang sangat signifikan. Uang negara sudah keluar penuh, tapi barangnya tidak sesuai. Ini bukan lagi sekadar kelalaian, tapi sudah masuk ranah dugaan korupsi,” tegas Romli, Rabu (22/10/2025).
Romli menambahkan, aparat penegak hukum harus segera memeriksa seluruh pihak yang terlibat, mulai dari PPK, PPTK, hingga rekanan proyek.
Ia menilai dugaan penggelapan anggaran suvenir ini berpotensi merugikan keuangan daerah dalam jumlah besar.
“Kita dorong aparat hukum tidak tinggal diam. Jangan sampai anggaran hibah atau cindera mata ini dijadikan ladang bancakan pejabat di Bagian Umum,” ujarnya.
Anggaran Miliaran, Realisasi Tak Sesuai Fakta
Diketahui, Pemkot Bandar Lampung pada tahun anggaran 2024 menyiapkan Rp2,15 miliar untuk pengadaan suvenir atau cindera mata. Namun, realisasi hanya mencapai Rp1,13 miliar atau 52,74 persen dari total anggaran.
Bagian Umum Sekretariat Kota menjadi pihak yang mengelola pengadaan tersebut, dengan total Rp749 juta dialokasikan kepada CV RKJ sebagai penyedia barang. Dari nilai itu, penyedia hanya menerima bersih Rp664 juta setelah pemotongan pajak.
Namun berdasarkan audit BPK RI Perwakilan Lampung melalui LHP Nomor 28B/LHP/XVIII.BLP/05/2025, ditemukan selisih barang dan nilai pembelian yang sangat mencolok.
Berikut temuan rinci BPK:
Selendang tapis : dari 1.700 unit hanya disediakan 850 unit, selisih Rp127,5 juta.
Peci tapis : dari 875 unit hanya 450 unit, selisih Rp42,5 juta.
Kain tapis : dari 43 unit hanya 20 unit, selisih Rp57,5 juta.
Pengadaan tahun 2023 pun bermasalah: dari 200 unit hanya tersedia 100 unit, selisih Rp49,55 juta.
Secara total, CV RKJ hanya memenuhi 1.585 unit dari total 3.218 unit yang seharusnya disediakan. Nilai selisih barang mencapai Rp350 juta lebih, sementara pembelian riil hanya sekitar Rp314 juta.
Pengakuan Mengejutkan: Dana Diserahkan ke PPTK
Dalam laporan BPK, Wakil Direktur CV RKJ berinisial BMZ mengaku telah menyerahkan dana selisih sebesar Rp350 juta kepada AR, pejabat PPTK di Bagian Umum Setda Kota.
Fakta ini diperkuat dengan pengakuan AR sendiri, yang menyebut uang tersebut digunakan kembali oleh bagian umum untuk pembelian barang-barang lain pada kegiatan berbeda.
Namun, Romli menilai dalih itu tidak bisa diterima.
“Itu modus lama — memutar dana pengadaan tanpa dasar hukum yang sah. Kalau uangnya sudah dicairkan dan tidak sesuai kontrak, maka jelas ada unsur penyimpangan,” ujarnya.
Ia menegaskan, Pematank akan menyiapkan laporan resmi ke kejaksaan dan kepolisian setelah seluruh dokumen pendukung rampung.
“Kami sedang melengkapi bahan dan data. Jika sudah komplit, akan kami laporkan secara resmi agar tidak hanya jadi temuan BPK di atas kertas,” pungkasnya. (Red)












