Bandar LampungHomeLampung

Panglima Adat Paksi Pak Sekala Brak Kepaksian Pernong Kritik Tugu Pahlawan Radin Intan

×

Panglima Adat Paksi Pak Sekala Brak Kepaksian Pernong Kritik Tugu Pahlawan Radin Intan

Sebarkan artikel ini

GAWAI.CO.ID  – Yahudin Haykar, S.H Panglima Tapak Belang, Panglima Adat Paksi Pak Sekala Brak Kepaksian Pernong, menyoroti rencana pemerintah daerah yang akan memperbesar sekaligus memperindah Tugu Pahlawan Radin Intan.

Ia menegaskan bahwa langkah itu bukan hal utama yang dibutuhkan masyarakat saat ini.

Menurutnya Yahudin, dalam membuat kebijakan, pemerintah seharusnya melibatkan publik, terutama tokoh adat, budayawan, pemerhati sejarah, hingga pemangku kebudayaan Lampung.

“Dalam menentukan kebijakan jangan sepihak. Publik harus diajak bicara. Jangan sampai memunculkan hal-hal sensitif tanpa ada musyawarah. Patung itu memang simbol, tapi simbol jangan hanya dipoles, harus dimaknai,” tegasnya.

Ia mengingatkan bahwa nilai perjuangan Radin Intan bukan terletak pada fisik patung, melainkan pada jiwa kesatria, kepedulian terhadap rakyat kecil, serta rasa malu jika pemimpin tidak memperhatikan nasib masyarakatnya.

“Patung Radin Intan itu sudah ada. Yang lebih penting kita hidupkan jiwa kesatrianya. Kalau melihat rakyat miskin, pemimpin itu harus merasa malu. Bukan malah sibuk mempercantik simbol mati, sementara jalan rusak, desa ketinggalan, rakyat masih kesusahan. Itu sama saja hanya cari muka,” kritiknya tajam.

Lebih jauh, Panglima Tapak Belang mengusulkan agar pemerintah memunculkan simbol budaya lain yang lebih relevan sebagai sarana edukasi, salah satunya Patung Manten Sebatin.

“Kalau bicara simbol, kenapa tidak munculkan Patung Manten Sebatin? Itu bagian dari budaya hidup masyarakat Lampung, khususnya di wilayah adat Sebatin. Itu lebih bermanfaat sebagai edukasi budaya dibanding hanya membesarkan patung yang sudah tercatat nasional,” jelasnya.

Ia menambahkan, pemerintah seharusnya tidak terburu-buru mengumumkan wacana di media sebelum ada kesepakatan. Hal itu, menurutnya, justru menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat.

“Publik itu sensitif. Jangan lempar wacana ke media kalau belum disepakati. Itu bikin gaduh. Pemerintah harus hati-hati dalam mengambil kebijakan yang menyentuh ranah sosial budaya,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *