Bandar LampungHomeLampungPemprov

Gaji Dipotong, Setoran Diminta, Praktik Pengadaan di RSUDAM Lampung Dipertanyakan

×

Gaji Dipotong, Setoran Diminta, Praktik Pengadaan di RSUDAM Lampung Dipertanyakan

Sebarkan artikel ini

GAWAI.CO.ID –  Proses lelang penyedia jasa tenaga kerja seperti office boy dan cleaning service di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek (RSUDAM) Lampung kembali menjadi sorotan.

Informasi yang beredar mengindikasikan adanya kewajiban penyedia jasa untuk membayar setoran hingga 20 persen dari total nilai proyek, yang diduga diminta sebelum kontrak resmi dijalankan.

Rincian dugaan pungutan tersebut mencakup angka sebesar Rp 260 juta per bulan selama satu tahun penuh, yang harus disetor sebelum pelaksanaan kerja dimulai.  Hal ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai integritas proses pengadaan di lingkungan RSUDAM.

Sementara itu, aksi mogok kerja yang dilakukan oleh sejumlah pekerja RSUDAM beberapa waktu lalu ternyata berkaitan erat dengan persoalan keterlambatan pembayaran gaji serta adanya potongan gaji yang dianggap tidak wajar.

APR, perwakilan dari PT. GMS selaku penyedia jasa, mengaku bahwa pemotongan dilakukan untuk membayar BPJS dan kewajiban lainnya.

Namun, pernyataan tersebut dibantah oleh Wahyudi Hasyim, Ketua Umum GEPAK sekaligus anggota Dewan Pengupahan Kota Bandar Lampung.

Menurut Wahyudi, pemotongan tersebut tidak sejalan dengan regulasi ketenagakerjaan yang berlaku.

Ia menegaskan bahwa upah minimum yang ditetapkan pemerintah—baik UMP maupun UMK—merupakan upah bersih yang seharusnya diterima pekerja setelah dikurangi potongan wajib seperti BPJS.

Jika terdapat pemotongan di luar ketentuan tersebut, maka hal itu dianggap merugikan pekerja.

Lebih lanjut, Wahyudi menilai adanya setoran 20 persen dari pihak penyedia jasa kepada rumah sakit sebagai praktik yang patut dipertanyakan legalitas dan transparansinya.

Ia menyarankan agar semua alur pembayaran, termasuk potongan gaji pekerja, dibuka secara terbuka demi mencegah kecurigaan dan ketidakjelasan.

Apalagi, keluhan muncul dari para pekerja yang hanya menerima gaji sebesar Rp 2,4 juta, meskipun pihak perusahaan mengklaim hanya memotong satu persen. Ketidaksesuaian ini menimbulkan kekhawatiran akan kemungkinan pelanggaran hak-hak tenaga kerja.

Wahyudi juga memperingatkan bahwa apabila permasalahan ini tidak segera ditangani oleh pihak berwenang, termasuk Gubernur Lampung, ia siap membawa perkara ini ke ranah hukum.

Bahkan, ia mengancam akan menggelar aksi demonstrasi besar-besaran sebagai bentuk protes terhadap dugaan buruknya tata kelola dan pelayanan di RSUDAM.

“Saya akan berdiri di atas mobil komando, membacakan ribuan keluhan masyarakat Lampung terhadap pelayanan rumah sakit. Saya pastikan itu,” tegas Wahyudi dengan suara lantang.

Sebelumnya, Sebanyak 150 orang yang terdiri dari para Office Boy (OB) dan cleaning service di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abdul Moeloek, Bandar Lampung, menggelar aksi demonstrasi di halaman rumah sakit, Senin 3 Maret 2025.

Aksi ini melibatkan dua perusahaan penyedia jasa tenaga kebersihan, yakni PT. Artha Sarana Cemerlang (ASC) dengan 74 pekerja dan PT. Gemilang Mulia Sarana (GMS) dengan 76 pekerja.

Mereka menuntut agar gaji mereka dibayar sesuai dengan Upah Minimum Provinsi (UMP) Lampung tahun 2025 yang sebesar Rp2.893.000 per bulan.

Para pekerja tersebut mengeluhkan adanya potongan yang tidak wajar dari gaji mereka, yang menurut mereka sangat memberatkan.

Mereka menyebutkan bahwa meskipun RSUD Abdul Moeloek telah mengalokasikan anggaran untuk upah sesuai dengan UMP, pihak penyedia jasa tenaga kerja justru melakukan pemotongan yang tidak adil.

“Potongan gaji yang kami terima sangat tidak wajar, sementara pihak rumah sakit sudah mengalokasikan anggaran upah sesuai UMP. Kami hanya menuntut hak kami untuk mendapatkan gaji yang layak sesuai dengan peraturan yang ada,” ujar salah satu perwakilan demonstran.

Selain itu, salah satu pekerja juga mengungkapkan kejanggalan dalam proses perekrutan tenaga kerja di PT. GMS.

Dikatakan bahwa untuk bisa diterima sebagai OB di perusahaan tersebut, seorang calon pekerja diwajibkan membayar biaya administrasi sebesar Rp3.500.000.

Biaya ini, menurut para pekerja, sangat memberatkan dan tidak wajar.

“Untuk menjadi OB melalui PT. GMS, kami diminta membayar biaya admin sebesar Rp3.5 juta, yang menurut kami sangat tidak adil. Kami sudah bekerja keras, tetapi hingga kini gaji kami belum dibayar,” kata salah satu pekerja yang ikut serta dalam Aksi Demo.

Pihak RSUD Abdul Moeloek belum memberikan keterangan resmi terkait permasalahan ini.

Namun, tuntutan dari para pekerja untuk mendapatkan hak mereka sesuai dengan ketentuan UMP terus disuarakan dengan harapan ada penyelesaian yang segera dilakukan.

Aksi Demo ini memunculkan keprihatinan terkait kondisi pekerja outsourcing di sejumlah rumah sakit, dan menjadi sorotan terkait sistem pengelolaan tenaga kerja yang seharusnya lebih memperhatikan kesejahteraan para pekerja. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *